Oleh : Rovin Bou, S.pd
Tiba saatnya raga akan menyatu dengan tanah. Tetapi cinta itu abadi. Dia tak akan lekang oleh apapun.
Bagaimana sejarah mengingatkan kita pada orang-orang yang telah meninggal puluhan bahkan ratusan tahun lalu?
Katakanlah Fransiskus Asisi, Mahatma Gandhi, Mother Teresa, Oscar Romero, Desmond T. Doss, Nelson Mandela, Gusdur, Riyanto anggota Banser yang gugur saat mengamankan bom yang akan meledak pada saat malam Natal di Mojokerto pada tahun 2000 dan masih banyak pahlawan kemanusiaan lainya. Sampai saat ini kita masih mengenang mereka karena tindakan cinta yang mereka lakukan.
Sahabat katolik yang budiman, perayaan Natal kali ini terlepas dari sisi keilahiannya saya ingin melihat Yesus sebagai manusia biasa. Manusia yang terlihat, manusia yang memiliki rasa takut, sakit, lapar, haus sebagaimana manusia pada umumnya.
Benar bahwa Yesus dibuahi melalui Sabda namun Ia terlahir dari rahim seorang ibu yaitu Maria.
Di masa hidupnya Yesus melakukan banyak tindakan kasih yang membuat orang takjub, mulai dari memberi makan 5000 orang, menyembuhkan orang sakit, buta, lumpuh, menyelamatkan perempuan yang hendak dilempari batu karena kedapatan berzinah sampai pada rela disalibkan karena kebenaran – kebenaran yang Ia ajarkan.
Sikap, tindakan dan pengorbanan itu dilakukannya karena cinta yang luar biasa kepada sesama.
Natal kali ini berbeda dari Natal – Natal sebelumnya karena pandemi covid-19. Akibatnya banyak yang kehilangan pekerjaan, bahkan tidak memiliki apa – apa untuk memenuhi keberlangsungan hidup.
Dalam situasi seperti ini, kita diharapkan untuk berbelas kasih terhadap sesama sebagai wujud hidup selibat dan sepenanggungan.
100% Katolik, 100% Indonesia sebagaimana yang dikatakan mendiang Mgr. Albertus Soegijapranta tidak sebatas retorik, ungkapan ini seyogianya menjadi refleksi pada momentum Natal tahun 2020 ini. 100% Katolik artinya kedalaman soal nilai – nilai kekatolikan dan 100% Indonesia adalah implementasi nilai Katolik itu dalam bingkai keberagaman Indonesia.
Sebagai orang Katolik dan juga sebagai warga negara Indonesia tidak cukup hanya dengan toleransi, harus dibarengi dengan tindakan – tindakan cinta yang nyata dan tanpa sekat. Cinta tanpa identitas adalah cinta yang tidak membedakan suku, ras, dan agama.
Cinta itu adalah melihat orang lain sebagaimana diri sendiri. Hanya cinta yang dapat mengontrol perilaku dan mendorong manusia menjadi manusiawi.
Apabila setiap kita memiliki rasa cinta, maka sudah dipastikan tidak akan ada konflik horizontal dalam struktur masyarakat heterogen seperti Indonesia.
Cinta menuntun kita untuk damai, cinta menuntuk kita untuk memaafkan, cinta menuntun kita untuk berpihak pada kaum tertindas, mengedepankan dialog dan rekonsiliasi sebagai wujud healing of memory: ( Melupakan/ menyembuhkan masa lalu) seperti yang tertuang dalam dokumen Abu Dhabi atau dokumen persaudaraan insani.
Sahabat Katolik yang budiman, sebelum meninggal di kayu salib, Yesus masih memaafkan.
Sebagai orang Katolik juga sebagai warga negara Indonesia, pada momentum Natal kali ini siapkah kita menjadi pelaku cinta seperti Yesus?
Rovin Bou, S.pd
Aktivis PMKRI Cab. Denpasar
Terima kasih sudah membantu menyebarkan cinta @Strategi News
Cinta kasih dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, harus terus digelorakan