Oleh : Sefnat Lopo *)
Presiden Joko Widodo menginginkan Dana Desa dikelola lebih efektif, sehingga bisa mendorong perekonomian di desa serta mengurangi persoalan desa secara kompleks.
Sekarang Indonesia memiliki 74.958 desa dan 8.430 kelurahan. Dengan kucuran dana desa yang semakin meningkat tiap tahunnya itu, hingga saat ini sudah Rp187 triliun anggaran dialokasikan pemerintah pusat untuk desa-desa di seluruh Indonesia. Presiden berharap agar perputaran uang yang ada di desa dan daerah-daerah juga semakin meningkat.
Tujuan mulia ini tentu menjadi atensi dan bernuansa motivasi untuk Pejabat Desa demi meningkatkan ekonomi masyarakat kecil. Tetapi ketahuilah bahwa semua itu hanya sirna ditelan oleh para pemegang kekuasaan. Terhadap refleksi menjelang Pilkades tahun 2022 yang akan digelar sebagai pesta demokrasi, seharusnya para bakal calon Desa berangkat dari refleksi yang kian menggelit hegemonitas Kepala Desa terdahulu atas penderitaan masyarakat dan sejumlah persoalan desa yang memanjiri public di belakangan ini.
Penyelewengan dan penyalagunaan Dana Desa setidaknya mengimplementasikan fenomena menarik yang mengiris hati masyrakat terhadap Pemegang otoritas, sehingga kemudian menjadi kesimpulan dasar tulisan ini digaungkan menjelang pilkades tahun 2022 ini.
Kita perlu transaparan kalau keberadaan masyarakat kita hari ini jauh dari harapan bapak presiden Joko Widodo. Padahal kalau kita mau telisik secara administrative semua laporan Keuagan Desa Final di mata pemerintah daerah. Ini harusnya diperjuangkan oleh berbagai Lembaga atau kelompok pembela kaum marjinal.
Data ICW pada tahun 2021 tercatat 62 kasus korupsi yang di lakukan dalam internal pemerintah desa, Sementara pada laman strateginewsco. TTS (NTT) – Sejumlah fakta yang terkuak, baik melalui bukti data akurat, maupun sumber informasi yang diterima media ini menyebutkan, hasil temuan Inspektorat TTS terkait indikasi penyelewengan Dana Desa Oinlasi dari tahun 2015 sampai 2019, senilai Rp. 2.956. 275. 774 tersebut, diduga
“mengendap”
Pada momen Pilkades sebagai pesta demokrasi, menjadi perhatian untuk menggubris para pemegang kekuasaan maupun Lembaga-lembaga LSM, Media, maupun organinasi pejuang kaum marjinal untuk tetap mengawasi pengelolaan dana desa. Jelas bahwa yang akan kita mau lihat adalah perkara pengelolaan dana desa sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo. Substansi persoalan dan pendekatan seharusnya dijadikan
sebagai acuan untuk menganalisis.
Jauh sebelum kita melirik, ada hal urgen yang harus kita lihat dan kaitkan dengan pengawasan pengelolaan dana desa sebagai praktek pelayanan yang professional dan transaparan. Saya berkeyakinan bahwa, sesungguhnya semua lapisan masyarakat yang selalu dan senantiasa berpetualang di media social pasti merasakan dan selalu mengikuti segala persoalan dalam kaitan dengan penggunaan dana desa.
Pada konteks ini sesungguhnya menjadi momen penting untuk menentukan pilihan yang tepat. Sebab, kemajuan desa maupun kemandekan pembangunan desa jalan tidaknya pada pesta demsokrasi ini.
Lalu apakah harapan kita untuk membersihkan puing-puing penyelewangan dana desa dan penyalagunaanya? Saya kira kita akan mimpi siang bolong. Bersihkan dululah para elit pemegang otoritas baik dari tingkat daerah sampe ke desa. Jelas ini menjadi tantangan ke depannya bahwa dengan segenap hati semua lapisan masyarakat kecil menginginkan kesejahteraan.
Setidaknya segala regulasi yang telah di atur dalam roh UUD 1945, jelas bukan hanya semata-mata laporan secara administrtif keungan tersebut dianggap suci, melainkan mampu memeluk dan mengintegrasikan profesionalitas pemilik wewenang untuk mengakomodir semua dana yang telah di melimpah rua di luncurkan pada pemerintah Desa.
Oleh sebab itu, sungguh tidak ada kata terlambat, untuk terus mengedukasi para pemilik wewenang, agar mengintegrasikan semua elemen yang memiliki fungsi untuk saling mengontrol, sehingga pengelolaanya berjalan sesuai harapan bersama. Maka, sebagai refleksi untuk semua pihak yang memiliki otoritas legal maupun masyarkat untuk bergandengan tangan merapikan Kembali puing-puing hegemonitas itu, demi menetralkan kembali harapan Presiden Joko Widodo
*) Penulis alumni FISIP Undana Kupang
(red)